Lelayang Kehidupan anak Gayo Lues

Tulisan ini dishare di akun twitter @LoveGayoLues dan blog http://lovegayolues.blogspot.com juga dapat dibaca di grup facebook: Keber Ni Gayo.
-----------------------------------------------------------
Tak obahnya seperti ingin menerbangkan layang-layang, dalam hidup, kehidupan, dan penghidupan tak jauh berbeda. Untuk menjadi lebih baik, dibutuhkan upaya, kerja keras, kesabaran, ketekunan, dan keyakinan.

Permainan di Gayo Lues ini memberi makna tersendiri mengenai arti kehidupan. Biasanya anak-anak Gayo Lues mengawali dari pembuatan rangka dari lelayang tersebut. Hal itu pun tidak semua anak mahir. Disanalah tersemat ilmu dasar aerodinamika; keseimbangan. Ikatan benang yang telaten menghubungkan setiap ujung-ujung bambu sampai menjadi rangka lelayang. Ternyata kehidupan pun diawali dengan keseimbangan. Antara dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, raga dan badan, semuanya.

Kami tak sabar kala itu. Memilihkan kertas terbaik, dengan corak warna yang bervariasi. Agar tampil anggun jika disandingkan dengan lelayang anak yang lain di lapangan nanti. Makna hidup yang harus mengupayakan yang terbaik. Padanan lem pun memiliki ritual tertentu. Pemilihan benang juga tak kalah penting. Menjamin kekuatan (endurance) dan ketahanan (durability) lelayang ini kelak ketika melangit nanti.

Belum usai, lelayang bagaikan kehidupan. Berproses panjang dan penuh tantangan. Dalam menerbangkan lelayang dibutuhkan pengetahuan membaca arah angin agar lelayang bisa diterbangkan. Inilah tahapan penting. Terkadang dibutuhkan mitra untuk menerbangkan lelayang (coperative). Hidup juga demikian, untuk setiap tingkatan kebaikan ada ilmunya dan membutuhkan orang lain untuk mencapainya.

Anak-anak Gayo Lues terkadang gagal dalam penerbangan pertama. Namun semangat dan mental pantang menyerah menghantarkan kepada keberhasilan mereka. Mereka akan berhenti menerbangkan ketika lelayang sudah mengudara. Dengan gagah membentang. Bak pengganti matahari yang menghadiahkan senyum kepada anak-anak Gayo Lues.

Selama di udara, lelayang di tarik ulur benangnya. Menunggu momen-momen tertentu agar lelayang tetap gagah di atas sana (suitainable). Begitu juga mengenai momentum dalam hidup, memilki kesempatan-kesempatan emas untuk maju. Bahkan terkadang terhimpit oleh singkatnya waktu.

Jika bernasib malang, lelayang putus. Anak-anak Gayo Lues menyebutnya dengan istilah "lep". Ancang-ancang dipasang. Benang yang tersisa di gulung. Anak itu berlari bersama anak yang lain mengejar lelayang lep. Melintasi sawah, kebun warga, anak sungai, bahkan melewati dua kampung mengejar untuk mendapatkan lelayang lep. Mereka tak pernah berputus-asa. Mereka mengejar kesempatan meski terkadang berpeluang satu dibanding dua puluh. Namun didalam ketidakputusasaan mereka terpancar keikhlasan. Ikhlas melepaskan lelayang mereka kepada siapapun yang akan mendapatkannya.

Di hari kemudian, kami melihat anak yang lain yang bermain lelayang. Dengan rangka, kertas warna yang persis yang pernah kami buat. Memang benar itu lelayang kami yang lep kemarin. Tanpa menyimpan dendam, tanpa ingin merebut kembali. Lelayang itu kami relakan untuk anak itu. Kali ini dia yang memiliki kesempatan. Dia yang memanfaatkan momen emas kemarin, dia yang lebih cepat berlari mengejar lelayang kemarin.

Tulisan ini dishare di akun twitter @LoveGayoLues dan blog http://lovegayolues.blogspot.com juga dapat dibaca di grup facebook: Keber Ni Gayo.

Powered by Telkomsel BlackBerry®